Tuesday, April 24, 2007

WALHI Desak Pemulihan Kedaulatan Rakyat atas Sumber-Sumber Kehidupan

Surabaya – 40 aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dari seluruh Indonesia menyelenggarakan sebuah pertemuan selama tiga hari di Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, untuk melakukan evaluasi atas kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, WALHI – sebuah jaringan advokasi terbesar di Indonesia – mengeluarkan pernyataan publik yang mendesak kepada negara agar dengan segera mengembalikan kedaulatan rakyat atas sumber-sumber kehidupannya.

Menurut WALHI, banyak sumber-sumber kehidupan rakyat yang telah dirampas oleh pemerintah dan oleh pengusaha yang mengakibatkan semakin terpuruknya kehidupan rakyat. Begitu banyak kasus-kasus di Indonesia yang berawal dari diambilnya wilayah kelola rakyat untuk kepentingan pengusaha dan pemerintah tanpa perbaikan atas kondisi rakyat yang telah dirampas wilayah kelolanya.

“Rakyat selalu dihadapkan kepada aparat negara ketika harus mempertahankan lahan yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka dari pengambilan paksa oleh pengusaha. Pemerintah Indonesia cenderung lebih mendahulukan kepentingan pemodal dibandingkan kesejahteraan rakyat. Padahal hingga saat ini tidak banyak yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia,“ demikian Longgena Ginting, Direktur Eksekutif Nasional WALHI.

Dalam satu tahun terakhir ini saja, di Indonesia telah terjadi beberapa kasus kekerasan terhadap rakyat yang dilakukan oleh pemodal dan aparat pemerintah. Kasus penembakan rakyat Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan saat mempertahankan lahannya dari PT Lonsum, ditangkapnya lima orang masyarakat Muara Jambi Propinsi Jambi akibat mempertahankan lahannya yang direbut oleh PT Asiatik Persada, penangkapan petani di Muko-Muko Propinsi Bengkulu yang mempertahankan lahannya dari PT Agro Muko, penangkapan lima warga Tanjung Gading Bandar Lampung yang mempertahankan bukit-bukit yang digerus oleh PT Bukit Alam Surya, pengambilan paksa tanah masyarakat Sembuluh oleh PT Kerry Sawit Indonesia di Kalimantan Tengah, penembakan nelayan di Taman Nasional Komodo, pengusiran masyarakat Seseba oleh PT Delta Subur Permai di Luwuk Sulawesi Tengah, diusirnya orang Moronene dari wilayah adatnya yang berada di TN Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara, pengusiran masyarakat adat Watu Putih dari hutan jati mereka di Muna Sulawesi Tenggara, pembabatan kebun rakyat dan penggusuran rakyat di Meler Kuwus NTT, penangkapan petani Gendang Mahima di NTT, matinya enam sumber air milik masyarakat Paras di Lawang, Malang Jawa Timur akibat pencemaran oleh PT Molindo Raya dan masih banyak kasus-kasus lain di tanah air ini dimana posisi rakyat selalu dikalahkan oleh pemodal dan pemerintah.

Selain terjadinya penembakan, penangkapan, dan penggusuran rakyat oleh pemerintah dan pemodal, juga masih terjadi pengrusakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Rencana pembangunan bumi perkemahan di Tahura R Soeryo - Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, yang menghabiskan sekitar 125 hektar hutan di kawasan lindung, pembangunan jalan Ladia-Galaska (Lautan Hindia-Gayo-Alas-Selat Malaka) di Aceh yang membelah kawasan ekosistem Leuser, pembangunan dam (bendungan) di Koto Panjang yang mengusir delapan ribu rakyat dari tempat hidupnya di Kampar, Riau dan Limapuluh Kota Agam, Sumatera Barat, rencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Tanjung Muria Jawa Tengah, dan pengalihan hutan lindung menjadi areal pertambangan pada 22 lokasi di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia hingga saat ini hanya melindungi kaum pemodal, sedangkan rakyat selalu menjadi korban atas kepentingan sesaat pemerintah. Harusnya pemerintah berkewajiban untuk melindungi hak-hak rakyat serta memberikan kedaulatan rakyat atas sumber-sumber kehidupan mereka,” lanjut Longgena Ginting.

Indonesia yang tengah menghadapi berbagai permasalahan memerlukan jawaban agar mampu bangkit dari keterpurukannya. Untuk itu, WALHI menyerukan agar negara segera melakukan: (1) reformasi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih adil dan berkelanjutan, dimana kebijakan pemerintah harus mendahulukan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat atas hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup; (2) reformasi kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam yang terintegrasi, menyeluruh, dan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dengan memprioritaskan pemulihan sumberdaya alam yang rusak, seperti kondisi hutan, sumber-sumber air, dan lain-lain, serta; (3) melakukan restitusi atau pemulihan atas hak-hak yang terampas dan mengembangkan mekanisme penyelesaian konflik-konflik pengelolaan sumberdaya alam.


Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Halid Muhammad
Direktur Eksekutif WALHI
Email Halid Muhammad
Telepon kantor: +62-(0)21-791 93 363
Mobile:
Fax: +62-(0)21-794 1673

Tanggal Buat: 31 Oct 2003 | Tanggal Update: 31 Oct 2003

 Cetak hlm ini  Email ke teman Kembali ke atas